Wings (Let's fly together)


Seorang gadis dengan seragam OSIS tengah menengadahkan tangannya di pinggiran sebuah gedung yang nampak cukup besar, dengan beberapa meja berbentuk lingkaran dan beberapa kursi yang mengelilingi meja meja tersebut. Dengan cepat, telapak tangan gadis itu basah diguyur rintik rintik air yang semakin deras.Dia nampak berpikir sejenak. Kemudian dia menarik tangannnya. Wajahnya nampak begitu tenang. Tentu saja, gadis itu mengenakan dasi dengan strip tiga dan sekarang sudah akhir tahun ajaran. Dia sudah melewati ujian nasional dan pastinya dia sudah mendapat hasilnya. Gadis itu telah dinyatakan lulus.

Tempat gadis itu berpijak sekarang adalah sebuah gedung yang menjadi salah satu gedung utama di SMA Taruna Nusantara. Mereka menyebutnya Gedung Serba Guna. Seperti namanya, gedung ini bisa digunakan untuk even apa saja. Mulai dari malam keakraban, tempat pertemuan orang tua, tempat teater, tempat pelajaran, kantin, dan juga tempat menemui orang tua. SMA Taruna Nusantara sendiri adalah sebuah bording school yang menerapkan sistem semi militer. Sekolah ini adalah SMA nomer satu se Indonesia. Sekolah yang akan melahirkan calon calon pemimpin bangsa.

"Percuma lo nunggu disitu. Hujan nggak bakal reda dengan lo nunggu sambil berdiri kayak gitu!" Terdengar suara bass seseorang dari arah salah satu meja tak jauh dari tempat gadis itu berdiri. Sontak, gadis itu menoleh. Dia mendapati seorang laki laki yang juga mengenakan seragam OSIS dan dasi berstrip tiga. Sama sepertinya.

"Gue cuma mau ngecek, hujannya deres banget apa enggak!" Kata gadis itu. Kemudian dia berjalan dan duduk di meja yang bersebrangan dengan tempat laki laki tadi duduk.

"Gue jarang liat lo! tapi gue tahu lo mantan bendahara OSIS kan?!" Kata laki laki itu membuka percakapan.

"Kita nggak pernah sekelas juga seorganisasi. Gue juga jarang kok liat elo! tapi gue tahu elo mantan danton tonpara!" Timpal gadis itu dengan wajah datarnya.

Laki laki tadi tersenyum kecil, kemudian berjalan kearah gadis itu. "Nggak ada salahnya kita kenalan, yah walaupun kita udah mau lulus!" Kata laki laki tadi sambil berdiri didekat gadis itu.

Gadis itu pun hanya tertawa kecil "Gue Rita Anargya Soehartono!"

"Gue Deva Dhamaskara!" Timpal Deva sambil mengulurkan tangan untuk jabat tangan "Nice to meet you!" Kata Deva ramah.

"Nggak usah berlebihan, kita nggak benar benar baru kenal kan?" Kata Rita yang berhasil membuat Deva malu. Kemudian Deva menarik tangannya dan memutuskan untuk duduk di kursi yang semeja dengan Rita.

"Ngomong ngomong, lo mau lanjut kemana?" Tanya Deva membuka pembicaraan lagi.

"Kedokteran UI. Lo?" Tanya RIta.

"Gue mau ke Akmil!" Jawab Deva yakin.

"Udah ketebak!" Kata Rita "Orang orang kaya lo pasti bakal masuk akademi!" Kata Rita tersenyum kecil.

"Maksud lo, gue bodoh gitu, trus nggak punya pilihan lain selain masuk akademi!?" Tebak Deva dengan dahi mengernyit lucu.

"Lo ya, yang bilang" Kata Rita ketawa kecil. "Maksud gue, orang orang yang mau loyal ke pleton pleton biasanya bakal masuk akademi. Apalagi pejabat pleton! Buat apa mereka belajar mati matian baris berbaris, belajar lebih disiplin , dan hidup susah buat nyandang gelar kalau nggak ada manfaatnya. Ya, seenggaknya dengan lo masuk pleton lo bisa dapet ilmu buat ngehadapin kerasnya akademi!" Kata Rita masih dengan tawanya yang lembut.

Rita jarang ngobrol seperti ini dengan orang yang tak terlalu dekat dengannya. Tapi Deva berbeda. Entah kenapa, Deva membuat Rita dengan mudah tertawa. Apa mungkin karena biasanya Rita terlalu sibuk dengan banyak urusan hingga terkadang, dia merasa terbebani dan sedikit sulit untuk bisa melepaskan emosi. Ya, bisa saja. Rita sudah tak ada beban tanggungan lagi untuk sementara ini. Dia sudah diterima di jalur undangan Fakultas Kedokteran UI. Dia juga sudah dinyatakan lulus dengan nilai yang apik. Tentu saja, Rita jadi lebih bisa menikmati hidup. Dia bisa dengan mudah melepaskan semua emosinya.

“Lo juga udah ketebak kok kalau lo bakal masuk FK!” Kata Deva nggak mau kalah.

“Ya, orang kutu buku kaya gue emang cocok disana!” Kata Rita tersenyum simpul

“Bukan itu maksud gue, lo punya mata yang penuh ikhlas dan sabar. Kita butuh dokter yang seperti itu. Dokter yang ikhlas nanganin pasien dan merawatnya dengan sabar!” Kata Deva membuat Rita diam sejenak.

“Sok tahu lo!” Kata Rita akhirnya ketawa.

“Gue nggak yakin kapan ujannya berhenti!” Kata Rita sambil menyangga kepalanya mengamati hujan yang masih deras. “Ini udah jam lima, GSG sepi banget lagi!” Gumamnya.

“Ada gue kali! Entar kalau jam setengah  enam ujannya belum reda kita lari bareng bareng!” Kata Deva.

“Tapi gue nggak bisa lari cepet!” Kata Rita lesu.

“Paling juga lo bakal basah kuyup, atau bisa jadi kesamber petir gara gara kelamaan lari!” Kata Deva dengan wajah polos.

“...” Rita hanya diam dan memandang sengit wajah Deva.

“Apa?” Kata Deva karena Rita terus terus memandanginya sengit. “Iya iya enggak! Tenang aja, gue lari dibelakang lo!”

“...” Rita tertawa kecil. “Nggak usah, lagian liat tuh ujannya udah udah mulai reda.

“Ujannya nggak bakal reda!” Kata Deva tidak terima.

“Sok tahu, orang sekarang Cuma tinggal gerimis!” Kata Rita sambil melihat keluar gedung. “Gue mau balik asrama dulu!” Kata Rita sambil berdiri. Menimbulkan decitan kursi yang cukup keras.

“Lo mau keluar sekarang, ini kan masih gerimis! Bukannya gerimis bikin pusing!? Lo kan calon dokter, masa lo malah ngga tahu sih!” Kata Deva berusaha mengejar Rita yang sudah mulai berjalan.

“Itu sugesti!” Kata Rita sambil berlari kecil agar tidak terlalu kena gerimis.

“Tunggu gue!” Kata Deva mengejar Rita.

“Katanya lo mau jalan dibelakang gue!” Kata Rita tetap meninggalkan Deva.

Kedua orang itu tetap berlari menghindari gerimis. Suasana semakin sepi dengan perginya dua orang yang dari tadi mengobrol tanpa henti itu. Ya, tempat ini memang akan menjadi tempat lahirnya orang orang besar. Beberapa dari mereka benar benar mempunyai jiwa besar dan memang ditakdirkan menjadi pemimpin sejati yang akan membuat perubahan. Tapi, ada juga yang hanya bermimpi untuk menjadi suksea dan hidup tenang. Tapi, takdir selalu punya jalannya sendiri. Tak ada yang tahu seperti apa takdir akan membawa kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesia Modern di Era Digital dengan Penerapan Teknologi Berbasis Internet

Kisah remaja

Music Organizer & Auction Machine