FF EXO ``Kembalilah Kumohon`` [Part 4]

Hari itu, cuaca cukup cerah namun angin berhembus cukup kencang. Membuat rambut para yeoja yang pada umumnya panjang beterbangan kesana kemari. Namun tidak dengan Hee Ra yang diantar dengan mobil honda jaz terbaru. Hee Ra memandang keluar sambil melamun, sampai pada akhirnya lamunan itu dihentikan oleh sesosok yang selama ini memberinya harapan besar terhadap kedua oppanya. Yah, Xi Lu Han, atahu sebut saja Luhan. Hee Ra memandang namja itu dengan tatapan berharap yang cukup besar. Namun sosok itu mulai menghilang dari tikungan karena mobil Hee Ra yang terus melaju. Hee Ra kembali duduk seperti biasa.

Akhir akhir ini Hee Ra jadi suka berangkat cukup awal dari bisanya. Namun, Hee Ra tak langsung pergi menuju kelas. Dia menyempatkan diri untuk duduk ditaman belakang sambil melamun sendiri, taman belakang tak pernah dikunjungi saat pagi hari karena anak anak lebih memilih masuk ke kelas yang hangat daripada duduk ditaman belakang yang dingin.

Myun Ree mengira Hee Ra belum berangkat saat itu. Jadi Myun Ree hanya duduk dikelas sambil melihat keluar melihat teman temannya yang baru saja sampai didepan sekolah dan berjalan menuju gedung sekolah. Beberapa saat kemudian, Myun Ree melihat sosok Luhan yang berjalan bersama Kai dari gerbang sekolah. Mereka terlihat sedang bercanda dan sesekali meninju kecil bahu milik satu sama lain. Myun Ree tersenyum melihat mereka berdua. Jam tujuh kurang delapan menit, Heera beranjak dari bangku yang ia duduki di taman belakang. Hee Ra berjalan sambil memikirkan sesuatu menuju pintu masuk gedung depan. Saat hendak mulai melihat kedepan, Hee Ra tiba tiba menghentikan langkahnya sambil menatap seorang namja yang sedang berjalan sambil tersenyum kecil.

“Kenapa?” Tanya Hee Ra pada dirinya sendiri, dia menatap namja itu dengan tatapan sedih. Tapi Hee Ra tak telalu menghiraukannya, dia segera berjalan menuju ke pintu masuk utama. Tanpa sengaja, karena jalannya yang cepat, Hee Ra justru berpapasan dengan Luhan dan Kai.

“Hee Ra!” Panggil Kai dengan senyumnya. Hee Ra yang merasa dipanggil segera berbalik dengan tatapan datar.
“Ada apa?” Tanya Hee Ra digin. Kebiasaanya tidak bisa dihilangkan.

“Hei..., kau ini kenapa?” Kai berjalan menghampiri Hee Ra dan merangkulnya seperti adiknya sendiri. Kai menatap Hee Ra yang justru memasang wajah kebingungan.

“Aku suka wajahmu yang seperti itu!” Kata Luhan sambil berjalan dan tersenyum simpul kearah Kai dan Hee Ra.

“Hhhh....” Hee Ra mendengus pasrah dan kembali memasang wajah datar.

Akhirnya mereka bertiga berjalan bersama menuju ke kelas. Anak anak terlihat heran dengan sikap mereka bertiga yang tak seperti biasanya. Hee Ra terkenal penyendiri dan dingin di sekolah. Namun betapa ajaibnya dua anak populer itu bisa membaur dengan Hee Ra.

Saat masuk kedalam kelas, Hee Ra lebih memilih berjalan dibelakang Kai dan Luhan daripada berjalan bersama mereka seperti disepanjang koridor tadi. Mereka berdua sungguh memalukan. Pikir Hee Ra sedari tadi. Hee Ra berjalan lemas menuju tempat duduknya.

“Kenapa kalian sangat kompak?, apa Kai dan Luhan juga ikut tradisi Hee Ra sekarang?” Tanya Myun Ree bercanda. Tapi Hee Ra sama sekali merasa tak terhibur. Itu bukan lelucon menurut Hee Ra. Sejak kapan Hee Ra punya tradisi setiap berangkat sekolah?

“Tidak juga!” Sahut Kai dengan wajah menolaknya. “Tapi berangkat siang cukup menyenangkan!” Kata Kai melanjutkan. Hee Ra hanya mendengus kesal dengan teman sebangku Myun Ree itu. Dia sangat menyebalkan.

Setiap mata pelajaran, Hee Ra hanya melamun sambil menggambar sesuatu dibukunya. Hanya sesekali Hee Ra menghadap kedepan lalu kembali fokus ke bukunya. Luhan mencoba mengintip apa yang sedang digambar Hee Ra. Tiba tiba saja Seongsangnim menyuruh Semua murid untuk pergi keluar mengamati kondisi lingkungan. Hee Ra segera bangkit dari duduknya dan membiarkan bukunya terbuka. Luhan bisa dengan jelas melihat buku itu, ternyata Hee Ra menggambar srigala yang sedang melolong saat bulan purnama. Gambar yang persis dengan cover buku milik Hee Ra. Luhan jadi berpikir sesuatu. Luhan berjalan sambil memikirkan hal yang tiba tiba mengganggu pikirannya. Semua anak harus melakukan pengamatan dengan teman sebangkunya. Hee Ra hanya mengamati Luhan yang sedang melamun sambil berjalan disampingnya. Didepan Luhan sudah ada sebuah tiang yang menanti, Hee ra sama sekali tak berniat mengingatkan Luhan, ia justru malah berjalan santai kedepan.

“Au...” Luhan mengaduh bercampur suara benturan jidatnya dengan tiang penyangga gedung. Hee ra hanya mengernyit kasihan.

“Bagaimana bisa kau seceroboh itu?” Tanya Hee Ra sambil meneruskan jalannya. Luhan segera menyusul Hee Ra dengan berlari kecil. “Kenapa kau tidak mengingatkanku?” Tanya Luhan protes.

“Dari tadi kau melamun!, jadi lebih baik kau menabrak tiang itu supaya kau bisa sadar!” Jelas Hee Ra tetap dengan langkahnya.

“Yah, tapi jidatku jadi sakit!” Luhan kembali memegangi jidatnya.

“...” Hee Ra tak menghiraukan Luhan dan kembali berjalan. Namun matanya sempat melirik kearah Luhan sebentar. Ada sesuatu yang sepertinya ingin dikatakan Hee Ra, namun keberaniannya tak pernah muncul.

Luhan segera melangkah menyusul Hee Ra dan mensejajari langkah Hee Ra. Mereka berdua berjalan menuju bangku pinggir taman sambil saling membisu satu sama lain. Sesekali Luhan melirik Hee Ra yang sedang sibuk mencatat sesuatu. Sementara Luhan masih merasa bingung dengan apa yang ia harus lakukan.

“Kau tidak mencatat?” tanya Hee Ra dengan pandangan datar. Luhan hanya tersenyum malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Bukankah malam ini akan ada bulan purnama?” Tanya Hee Ra pada Luhan. Tapi Luhan hanya terdiam sambil berpikir sesuatu. “Apa alam akan mengalami perubahan fisik saat bulan purnama?, misalnya..., naiknya air laut atahu angin yang tiba tiba terus berhembus..., apakah ada fenomena seperti itu?” Tanya Hee Ra pada Luhan yang tetap tak menanggapi pertanyaannya.

Hee Ra mengernyit, menatap Luhan yang tak kunjung menjawab pertanyaannya. “Ya, Luhan..., kenapa kau tak menjawabku?” Tanya Hee ra sedikit berteriak dan membuat Luhan tersadar dari lamunannya.

“Ah, mianhe..., aku sedang tidak konsentrasi!” Kata Luhan sedikit canggung. Hee Ra memutuskan untuk kembali diam dan sibuk menulis pengamatannya. Beberapa saat kemudian, Hee Ra menutup buku pengamatannya dan menatap kedepan. Tugasnya sudah selesai, sementara murid lain masih sibuk menulis dan memikirkan apa saja gejala alam yang terjadi hari ini.

“Sudahlah, tutup saja bukumu..., lagi pula kita hanya perlu mengumpulkan satu essai pengamatan!” Kata Hee Ra sambil menutup paksa buku Luhan. Luhan hanya mengernyitkan dahinya, heran dengan sikap Hee Ra yang tak seperti biasanya.

“Kenapa kau memandangku seperti itu?” Tanya Hee Ra judes.

“Ah, anniyo...” Luhan mengelak.

Hening beberapa saat. “Ya, Luhan apa kau memang berasal dari Cina?” Tanya Hee Ra tiba tiba. Luhan hanya mengangguk mantap.

“Waktu kecil, apa kau pernah datang kemari juga?” Tanya Hee Ra lagi.

“Ya, tapi itu sudah sangat lama!” Jawab Luhan sambil sedikit mengingat ingat.

“Kapan itu?” Tanya Hee Ra terlihat sangat penasaran.

“Entahlah...” Luhan hanya nyengir sambil tertawa. Hee Ra yang sudah kelihatan serius langsung mengalihkan pandangannya dan kembali diam. Tiba tiba tanpa Hee Ra ketahui ekspresi Luhan berubah menjadi serius. Luhan menatap tajam gadis disebelahnya itu.

‘Kenapa kau berbohong?’ Tanya Hee Ra dalam hati. Dia mendengar perkataan Luhan sewaktu Hee Ra menatap matanya tadi. Jelas jelas Luhan masih ingat betul, kapan dia terakhir kali pergi ke korea. Tapi kenapa Luhan berbohong?.


***

Keadaan sudah mulai gelap. Jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam. Hee Ra masih berjalan santai melewati jalan setapak yang sepi untuk menuju rumahnya. Hari ini Hee Ra sama sekali tidak menemui taksi dan Handphonenya mati. Myun Ree juga tidak bisa dihubungi lewat telephone umum. Hee Ra juga tak ingat dengan nomor telephone rumah. Yang Hee Ra ingat hanyalah nomor Myun Ree dan nomornya sendiri.

Saat sampai disebuah pertigaan yang hanya diterangi lampu kecil, Hee Ra merasa dirinya diikuti. Hee Ra segera berbalik, dan benar saja..., sekawanan manusia berbaju hitam telah berdiri dibelakang Hee Ra. Hee Ra sama sekali tak mengenal kawanan itu. Dia tak pernah melihatnya, Hee Ra yakin itu bukan prajurit ayahnya. Mereka juga bukan preman kota ini. Karena tak ada satupun preman yang berani berpangkal disekitar hutan yang gelap ini.

Hee Ra segera berbalik dan berlari., Dia tahu niat preman preman itu adalah untuk menyekap Hee Ra, mungkin mereka ingin menculiknya dan meminta tebusan. Namun Langkah Hee Ra terkejar oleh preman preman itu. Tanpa ada pilihan lain, Hee Ra terpaksa melawan, Perbedaan jumlah 6 banding 1 membuat Hee Ra kalah Telak. Seseorang memukul perut Hee Ra hingga membuat Hee Ra tersungkur.

Tiba tiba muncul seseorang bermasker hitam dan memakai jaket hitam menghajar orang orang tadi. Hee Ra segera berusaha duduk meski badannya terasa berat dan sakit. Samar samar Hee Ra melihat orang itu menghajar para preman dengan sangat bengis. Orang mesterius itu sama sekali tak terluka, sementara rombongan preman itu mulai kewalahan. Saat salah seorang preman akan memukul orang mesterius itu, dengan jelas Hee Ra melihat sinar biru dari telapak tangan orang itu. Hee Ra melihat tangan orang itu mulai bercakar. Hee Ra menatap kosong punggung orang itu. Para gerombolan preman mulai pergi karena kalah. Dengan samar samar, Hee Ra bisa melihat wujud orang itu berubah menjadi seperti serigala. Matanya menyala seperti siap menerkam.

“Nuguya?” Tanya Hee Ra dengan sisa tenaganya. Namun orang itu hanya menatap Hee Ra tajam sekilas. Lalu orang itu berjalan meninggalkan Hee Ra.

Hee Ra yang merasa penasaran sekaligus merasa berterimakasih berusaha mengejar orang itu dengan sisa tenaganya. “Tunggu...” Hee Ra berusaha berjalan sambil tertatih. “Eh....” Nafas Hee Ra mulai tak karuan. Pandangannya kabur dan sosok itu mulai tak jelas. Tiba tiba saja Hee Ra pingsan saat tengah berusaha mengejar orang tadi.

Orang yang terlihat seperti serigala tadi segera berbalik menolong Hee Ra. Perlahan, cakarnya mulai hilang, namun matanya masih seperti mata serigala. Orang itu segera mengangkat Hee Ra dan membawanya kesuatu tempat. Langkah orang itu begitu cepat, hingga hanya dengan beberapa menit, orang itu sudah tiba disebuah rumah yang cukup besar dan indah di tengah kota. Suasana lengang membuat orang itu dengan bebas membawa Hee Ra masuk kerumahnya. Orang itu menidurkan Hee Ra disebuah ranjang. Lalu orang itu menatap Hee Ra sebentar. Namun tangan orang itu mulai mengeluarkan sinar lagi. Orang itu segera beranjak keluar rumah dan berlari menuju suatu tempat.

Tiba tiba Hee Ra terbangun, dia segera duduk dan menatap sekeliling. “Rumah siapa ini?” Tanya Hee Ra sambil tetap memandang sekitar. Bola mata Hee Ra tiba tiba terpaku pada sesuatu, sebuah foto di dinding tepat disamping Hee Ra. Foto itu, Hee Ra merasa sangat familiar. Foto tiga orang anak kecil yang sedang merentangkan tangannya seperti pesawat. Hee Ra memegangi kepalanya yang pusing. Foto itu..., Hee Ra berfikir keras. Itu bukan foto yang asing. Tapi foto apa itu?. Foto apa?.... kepala Hee Ra mulai bertambah pusing semua bayang bayang masa lalunya tiba tiba muncul tak beraturan. Membuat Hee Ra kebingungan. Hee Ra tak mau lebih lama lagi berada dikamar itu, dia segera keluar dan mendorong pintu kamar dengan paksa. Hee Ra tak memikirkan apapun lagi kecuali keluar dari rumah itu. Saat Hee Ra sudah berada diluar kamar itu, Hee Ra tetap berjalan dengan pontang panting tanpa tahu dimana dia. Jam di menara kota sudah menunjukkan pukul dua pagi. Suasana sangat dingin dan sunyi, ditengah kota sekalipun.

Diseberang jalan, ada seseorang yang sedang berjalan dengan tergesa gesa. Tapi orang itu segera berhenti saat melihat Hee Ra yang sedang berjalan sambil menahan sakit. Udara yang sangat dingin membuat hidung Hee Ra terasa sangat sakit. Hee Ra menghentikan langkahnya yang terasa sangat berat.

“HhHhHhHhHhHhHh!!!” Nafas Hee Ra mulai terasa sesak. Dia tak sanggup menghirup udara dingin yang selama ini selalu membuatnya alergi.

Orang yang sedang berjalan itu segera mengampiri Hee Ra. Ternyata orang itu adalah Luhan. Luhan segera menggendong Hee Ra dan berlari dengan wajah panik menuju rumah Hee Ra.

“Hee Ra, Hee Ra!” Luhan terus memanggil nama Hee Ra. Tapi Hee Ra sama sekali tak menjawabnya. Tiba tiba mata Hee Ra benar benar tertutup. Dia pingsan. Luhan benar benar panik sekarang, Luhan mempercepat larinya. Menembus dinginnya malam dan gelapnya malam, Luhan menggendong Hee Ra yang sedang pingsan dengan nafas yang memburu.

Tanpa pikir panjang, Luhan membawa Hee Ra kekediamannya. Luhan mendorong paksa pintu rumahnya lalu memasuki kamarnya dan membaringkan Hee Ra disana. Luhan berusaha menghangatkan tubuh Hee Ra dengan menyelimutinya dengan selimut tebal. Myun Ree pernah bilang bahwa Hee Ra alergi dengan udara dingin, jadi hal yang bisa dilakukan hanyalah menghangatkan tubuh Hee Ra dan menyalakan pemanas dikamar Luhan.

 “Oppa...,oppa....” Hee Ra mengigau. “Oppa...” Hee Ra mengigau lagi sambil menangis. “Oppa... aku takut sendiri!” Hee Ra mengigau lagi dan tidurnya mulai tidak tenang.

“Hee Ra-ah!” Luhan terlihat panik. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Dirumah ini pun tak ada orang. Hanya ada dirinya. Dia juga tak mungkin menghubungi Myun Ree.

“Suho oppa, Kris oppa aku takut! Kenapa kalian pergi! Jangan tinggalkan aku...” Hee Ra mengigau lagi.

Luhan tercengang dengan yang dikatakan Hee Ra. Luhan mengenal, bahkan sangat akrab dengan nama itu. Sekarang dia tahu, gadis didepannya ini adalah Hee Ra, Choi Hee Ra teman masa kecilnya. Choi Hee Ra yang harus kesepian karena kedua kakaknya menghilang. Menghilang karena Luhan.

“Hee Ra–ah, mianhe... Hee Ra-ah.....” Luhan berusaha menggenggam tangan Hee Ra dan mulai menangis. “Mianhe, ini kesalahanku!” Kata Luhan tersendu. “Jongmal Mianhe...” Rengek Luhan. 


***

Akhirnya baru sempet nerusin ceritanya... udah ada stock ceritanya sebenarnya, tapi penyakit mager selalu kumat ehehe...

Jangan lupa follow akun Wattpad LutfiFiyanti kalau pengen baca cerita-cerita seru lainnya. 
Ini diaaa https://www.wattpad.com/user/LutfiFiyanti

Tinggalkan jejak ya teman-teman, biar makin semangat update 

Maaf kalau Typo bersebaran. Udah malam eheheee *alesan*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesia Modern di Era Digital dengan Penerapan Teknologi Berbasis Internet

Kisah remaja

Music Organizer & Auction Machine