Teen Fiction
Gone - Pretty Goodbye
Juli
2012.
Hari
pertama aku masuk kelas dua belas. Aku memutuskan untuk berangkat pagi. Pukul
enam, mobilku telah melaju dari rumah. Jalanan masih sangat sepi dan lengang. Matahari
sudah mulai menampakkan sinarnya. Tak seperti tahun lalu. Kicauan burung telah
terdengar kali ini. Aku jadi teringat saat saat pertama aku mulai mengenal
Nico.
Aku
akan sangat bersyukur jika pagi ini aku tak bertemu dengan anak itu. Aku tau,
tahun ini aku satu kelas lagi dengannya. Kemarin, aku sudah melihatnya di
internet. Aku tidak tau apa yang harus kurasakan. Apakan aku harus bahagia
karena aku bisa satu kelas dengan orang yang kucintai. Ataukah aku harus sedih
karena perasaan ini akan selalu membayang bayangiku?. Pertanyaan yang sulit.
Sudah
kuduga, mungkin aku adalah murid yang datang paling awal hari ini. Keadaan
sekolah sangat sepi. Kurasa hanya bapak bapak pembuka kunci saja yang baru
datang.
Jadwal
hari ini adalah upacara bendera, lalu olah raga. Aku senang. Setidaknya setelah
upacara bukan pelajaran Sains. Aku melangkah dengan ringan memasuki ruang
kelasku yang kini berada di gedung lima, lantai dua. Aku berjalan melewati
koridor yang sepi. Lalu masuk keruang kelasku yang benar benar masih kosong.
Aku
memilih tempat duduk di sebelah jendela. Dari sini, aku bisa melihat
pemandangan lewat jendela. Mungkin jika aku sedang bosan, aku bisa melihat
kesana. Lagi pula ini dilantai dua. Pemandangannya akan semakin indah disini.
Sambil
menunggu teman temanku datang, aku memilih berdiam diri melihat keluar jendela.
Pemandangan taman sekolah yang indah terpampang
dari sini. Kurasa aku akan merasa betah berada dikelas ini.
Terlalu
asiknya melihat keluar, aku sampai tidak menyadari bahwa sudah ada orang lain
yang sampai dikelas ini. Dia juga ikut melamun sambil memperhatikanku. Dan aku
tau itu. Karena aku sedang merasa diawasi sekarang. Merasa tidak enak
diperhatikan, aku menengok ke arah anak itu. Nico. Sudah kuduga.
“Ada
apa?” Tanyaku sedikit salah tingkah namun tetap dengan nada sedatar mungkin.
“Tidak
apa apa. Pemandangannya indah!” Katanya sambil mengalihkan pandangannya.
“...”
Aku tersenyum. Lalu berjalan keluar kelas dan berdiri di balkon. Apa yang dia
maksud indah. Pemandangan yang mana?. Aku, atau pemandangan diluar?. Apa
mungkin dari tempat duduknya itu dia bisa melihat pemandangan diluar. Agh,
kenapa aku malah merasa ke GR-an gini?
“Reyn!”
Sapa seseorang yang sudah sangat familiar dihidupku. Nikta.
“Hai...!”
Balas sapaku sambil menghampirinya. “Kemarin kau mendapat salam dari Raka!”
“Salam,
untuk apa?” Tanya Nikta tak mengerti.
“Entahlah,
dia hanya bilang begitu!” Jawabku.
“Hm...,
kalau begitu sampaikan salam balikku padanya!” Kata Nikta sambil berjalan
kedalam.
“Oh
iya, tumben kamu berangkat lebih awal?” Tanyaku. Ini baru jam 06.15, padahal
biasanya dia berangkat jam setengan tujuh.
“Yah,
aku bebas dari pekerjaan cuci piring hari ini.!” Kata Nikta dengan girang.
Pagi
pertama ini dimulai dengan upacara bendera, lalu dilanjutkan dengan olah raga.
Guru olah raga kami yang baik hati memberikan waktu bebas, jadi... hari ini
kami akan bermain basket. Yah, aku tau aku tidak terlalu berbakat dibidang ini.
Tapi tak apalah, lagi pula tak ada penonton yang menonton dari atas.
Skeep
time, tim putri sudah bertanding, dan sekarang giliran anak anak putra. Aku dan
Nikta melihat pertandingan dari pinggir lapangan. Entah kenapa aku merasa
sangat senang saat Nico berhasil memasukkan bola. Bisa terbayangkan, berapa
kali aku merasa senang. Soalnya... Nico selalu mencetak angka.
Pertandingan
kali ini dimenangkan oleh tim nico. Tentu saja, lagi pula diakan anak pemegang
kaus Emas kebanggaan sekolah. Atau bisa dibilang, anak basket terhebat di
sekolah kami.
Setelah
pertandingan selesai, dia dan temannya berjalan menuju kearahku dan Nikta
berada. Salah, lebih tepatnya berjalan kearah samping kami. Di sebelahku. Lalu
dia duduk, dan tentu saja, itu membuatku canggung. Memang, dia duduk sekitar
limapuluh cm disampingku. Tapi itu membuatku canggung. Dia lalu menoleh
kearahku yang masih merasa gugup.
“Kau,
membawa minum lebih ya?, aku boleh minta?” Tanya Rico padaku. Aku mengangguk
pelan. Sungguh, jantungku berdetak sangat keras kali ini. Aku menyodorkan botol
air mineral yang bahkan belum kubuka segelnya. Karena tadi aku membawa dua
botol.
Jantungku
benar benar berdetak sangat keras kali ini, aku takut kalau sudah berurusan
dengan jantung. Lama lama Nico bisa membuatku sakit jantung.
“Reyn,
trimakasih!” Katanya sambil menyodorkan botol air mineral yang isinya tinggal
tiga perempat dari semula.
“Sa,
sama sama!” Aku berusaha bicara dengan nada setenang mungkin. Tapi nyatanya
tidak bisa. Pasti dia mendengar jawabaku yang terbata tadi. A.... memalukan.
Rasanya
ku ingin berada disini lebih lama karena bisa bereda didekat Nico. Tapi hatiku
yang lain memintaku untuk segera pergi karena tak mau terlihat memalukan lagi
didepan Nico.
Nico
benar benar membuatku pusing.
***
Februari
2013
Hampir
satu tahun, aku bergelut dengan perasaan ini. Sebentar lagi, aku akan lulus dan
menyusul kakakku. Jujur, terkadang aku merasa sakit saat harus memikirkan kepergianku.
Entah mengapa aku merasa sangat tak sanggup jika harus berada jauh dari Nico.
Tapi disisi lain, aku ingin menjauhinya, perasaan ini tak boleh terlalu lama
bersarang dihatiku. Aku tau aku egois, tapi... ini benar benar sangat sulit.
Aku
membayangkan perpisahan kami, dan tanpa sadar, aku meneteskan air mata. Aku tak
bisa meninggalkannya. Tapi kenyataannya aku harus meninggalkannya. Sudahlah
Jireyn, kau tidak boleh memikirkan halseperti ini disekolah.
“Reyn,
kau kenapa?” Tanya Nikta menghampiri tempat dudukku.
Aku
segera menyembunyikan wajahku yang sedikit basah. “Tidak, aku tidak apa apa.
Aku hanya bosan berada dikelas.”
“Ayolah,
jangan berbohong!”
“Aku
tidak berbohong!” Bantahku.
“Reyn,,
Reyn.....” Aku mendengar seseorang berteriak memanggil namaku dari luar. Juga
suara hentakan kaki beberapa orang yang sedang berlari. Tiba tiba dua orang
yang biasanya selalu bersama Nico masuk kedalam kelas. Dengan sedikit berlari,
mereka menuju kearahku.
“Jireyn,
kau punya fans baru!” Kata Sena dengan senyum lebarnya.
Aku
menatapnya lekat lekat. Fans? Apa yang anak ini maksud?. Lalu dari pintu kelas,
aku melihat Nico berdiri dengan nafasnya yang masih memburu.
“Ah,
itu dia....” Kata Sena sambil menunjuk Nico. Aku tercengang. Semuanya bercampur
aduk. Jantungku berdetak sangat keras. Aku tak tau apa yang harus kulakukan.
“Nico,
kau menyukai Reyn kan?” Tanya Sena dengan kerasnya. Tanpa memperdulikan anak
anak yang berada dikelas ini. Aku malu. Lalu aku melirik Nico. Dia terlihat
gugup. Dan tak ada sepataah katapun yang ia ucapkan. Tak ada kata iya, dan tak
ada kata tidak. Juga tak ada gelengan dan tak ada anggukan darinya,
Karena
terlalu gugup, aku memutuskan untuk keluar kelas. Jujur, aku malu dan takut
melihat tatapan mata anak anak perempuan dikelas ini. Aku berjalan dengan cepat
tanpa memperhatikan apapun. Termasuk Nico yang masih terpaku didepan pintu. Aku
melewatinya begitu saja. Pikiranku benar benar buyar saat itu. Senang, kecewa,
gugup, takut, dan bingung menyerangku secara bersamaan. Aku senang karena sepertinya
dia masih menyukaiku. Kecewa karena dia tak memberikan jawaban saat dia ditanya
apakah dia menyukaiku. Gugup karena ini
baru pertama kalinya ada yang mengatakan langsung padaku bahwa ada orang yang
menyukaiku. Takut karena aku tak mau ini menjadi hal buruk. Dan bingung karena
aku tak tau apa yang harus kulakukan.
Aku
berhenti melangkah saat aku tiba di lapangan basket. Tepatnya ditempat
penonton. Tempat yang selalu kududuki bersama Nikta. Aku mendudukkan diriku
disana. Lalu melihat kelapangan basket yang sepi. Semuanya begitu memusingkan,
dan entah kenapa aku merasa sangat bodoh karena telah berjalan kesini. Tanpa
memikirkan bagaimana perasaan Nico. Aku sadar, aku pergi tanpa mengucapkan satu
katapun padanya. Mungkin dia berpikir bahwa itu adalah sebuah penolakan. Aku
tau dia tidak tau perasaanku padanya. Apa aku harus kembali?. Tapi aku tak
bisa, aku tak mau bertemu wajah itu. Aku
malu, ah... cinta bahkan bisa membuatku menjadi pemalu.
“Aku
tak mau menampakkan diriku!” Aku membenamkan kepalaku sambil memeluk kedua
kakiku.
Aku.... bingung.
***
Akhirnya baru sempet nerusin ceritanya... udah ada stock ceritanya sebenarnya, tapi penyakit mager selalu kumat ehehe...
Jangan lupa follow akun Wattpad LutfiFiyanti kalau pengen baca cerita-cerita seru lainnya.
Ini diaaa https://www.wattpad.com/user/LutfiFiyanti
Tinggalkan jejak ya teman-teman, biar makin semangat update
Maaf kalau Typo bersebaran. Udah malam eheheee *alesan*
You can also search by : Cerita Remaja | Cerita Romantis | Cerpen Remaja | Cerpen Romantis | Fiksi Remaja
***
Akhirnya baru sempet nerusin ceritanya... udah ada stock ceritanya sebenarnya, tapi penyakit mager selalu kumat ehehe...
Jangan lupa follow akun Wattpad LutfiFiyanti kalau pengen baca cerita-cerita seru lainnya.
Ini diaaa https://www.wattpad.com/user/LutfiFiyanti
Tinggalkan jejak ya teman-teman, biar makin semangat update
Maaf kalau Typo bersebaran. Udah malam eheheee *alesan*
You can also search by : Cerita Remaja | Cerita Romantis | Cerpen Remaja | Cerpen Romantis | Fiksi Remaja
Komentar