FF exo (kembalilah kumohon) part 2



Title : Kembalilah kumohon
Genre : fiction, romance, sad, etc
Main Canst :        Xi Lu Han (Luhan)
                                Kai
                                Choi Hee Ra as you or your friend
                                Myun Ree as you or your friend
Other Cast :          Suho
                                Kris
                                Baekhyun
                                D.O
                                Other exo’s member
Rate: 10+

Pagi telah menggantikan malam. Hawa dingin masih terasa menusuk. Kabut tebal menyelimuti jalanan. Beberapa orang mulai melakukan aktivitas sehari harinya. Semuanya.
Myun Ree sedang sibuk mengkhawatirkan Hee Ra  . Semalam, Myun Ree menelephon kakek Hee Ra tapi dia bilang Hee Ra belum pulang. Myun Ree benar benar khawatir. Bagi Myun Ree, Hee Ra sudah seperti adiknya. Umur Hee Ra dua tahun lebih muda dari Myun Ree karena Hee Ra pernah ikut akselerasi. Myun Ree sering melihat Hee Ra bersikap dewasa tapi Myun Ree tau, itu karena masalah keluarga yang dihadapi Hee Ra  .
Lima menit lagi bel masuk berbunyi. Hee Ra langsung muncul dari pintu. Dia merasa lega. Tadinya Myun Ree kira Hee Ra sudah dibawa pergi orang itu.
“Lima menit sebelum bel!” Myun Ree menyambut kedatangan Hee Ra  . Hee Ra hanya tersenyum tipis. Dia lihat Myun Ree, Luhan dan Kai sudah mulai akrab. Hanya Hee Ra yang masih tak bisa beradaptasi. Hee Ra ingat sesuatu, dia segera membuka handphonenya dan membuka sebuah situs.
“Nanti malam akan ada hujan bintang. Mau lihat?” Tanya Hee Ra sambil ikut bergabung dengan Luhan, Kai, dan Hee Ra  .
“Lihat dimana?, disini tak ada tempat yang tepat!” Kata Myun Ree. Sebenarnya ia ingin melihat bintang itu, tapi tak ada tempat yang bisa digunakan.
“Di atap gedung tua itu!” Jawab Hee Ra singkat. Kai dan Myun Ree terlihat terkejut. Sementra Luhan memasang wajah Heran. “Aku sudah survei kemarin!” Kata Hee Ra santai.
“Tapi, tempat itukan mengerikan!” Kata Myun Ree bergidik.
“Jam berapa kau survei?” Tanya Kai.
“Jam delapan malam!” Jawab Hee Ra  .
“Apa yang kau lihat?” Tanya Kai penasaran.
“Tentu saja benda benda langit, tapi....” Hee Ra menggantung kalimatnya membuat semuanya merasa Heran.
“Tapi apa?” Tanya Myun Ree sangat penasaran.
“Tapi tempat itu terlalu terang menurutku!” Kata Hee Ra sedikit kecewa.
“Kalau begitu jangan kesana!” Kata Myun Ree. “Lagi pula, nanti malam aku harus pergi ketempat saudaraku!”
“Kalau begitu lupakan saja!” Kata Hee Ra kecewa. Lagi pula dia bisa melihatnya sendiri.
Luhan kini sudah tau mengapa Hee Ra datang ketempat itu kemarin. Dia tak curiga lagi sekarang.
Waktu terus berjalan. Hee Ra memutuskan untuk melihat hujan meteor itu sendiri. Jam tujuh malam, dia keluar rumah lewat jendela kamarnya. Hee Ra sebenarnya Heran dengan keadaan rumah yang sepi. Dia tak mendengar suara kakeknya. Tapi Hee Ra tak pikir panjang, dia segera pergi ke gedung kosong itu sambil membawa teropong bintangnya. Hee Ra berjalan tenang dengan wajah cerah. Dia tak pernah melihat hujan meteor sejak sebelas tahun yang lalu. Dia rindu masa masa itu.
Hee Ra berjalan memasuki kawasan bangunan itu tanpa rasa takut. Dia menaiki tangga dengan riang walaupun harus menaiki puluhan anak tangga. Diatap bangunan, Hee Ra sudah melihat seseorang yang sedang duduk memandang langit. Hee Ra tau siapa orang itu walaupun terlihat gelap.
“Kakek!” Ucap Hee Ra sambil berjalan mendekat. Kakek Hee Ra menoleh, Hee Ra tersenyum. Sebenarnya kakek Hee Ra sudah tau niat Hee Ra datang kemari karena Myun Ree memberi taunya tadi. Jujur, Myun Ree merasa Khawatir dengan Hee Ra  .
“Sudah lama kita tak melihatnya!” Kata Kakek. Tapi tiba tiba, senyum Hee Ra menghilang. Dia teringat appanya yang begitu kejam dan ibunya yang entah berada dimana. Juga kakaknya yang entah masih hidup atau sudah mati.
“Lihat, pertunjukannya sudah dimulai!” Kata kakek Hee Ra sambil menunjuk langit. Hee Ra terlihat kembali tersenyum. Mereka menghabiskan malam yang indah ini bersama sambil menebar kehangatan keluarga.
Tanpa kedua orang itu sadari, seseorang mengintip mereka dari pintu keluar atap. Mata makhluk itu berkilat hijau. Dia terlihat sedikit kecewa dan melangkah menjauh dari Hee Ra dan kakeknya.
Sementara Myun Ree tak jadi pergi kerumah saudaranya. Dia hanya berjalan menyusuri jalanan berharap bertemu Hee Ra yang akan berangkat kegedung itu dan menghentikannya. Gedung itu berbahaya. Sangat berbahaya.
Ditengah jalan, Myun Ree melihat Luhan yang tampak tertatih. Bajunya lusuh seperti orang yang baru saja berkelahi. Dia berjalan dengan langkah gontai sambil menahan rasa sakit. Tanpa pikir panjang, Myun Ree berjalan mendekati Luhan dan membantunya.
“Apa yang terjadi?” Tanya Myun Ree dengan wajah khawatir. Malam yang dingin ini menyelimuti tubuh kedua insan itu. Dari tempat mereka berdiri, sama sekali tak ada pemandangan bintang jatuh yang terlihat.
“Hanya urusan namja!” Timpal Luhan sambil memandang Myun Ree dengan wajah manisnya.
“Kenapa namja suka berkelahi?” Tanya Myun Ree sambil membantu Luhan duduk disebuah bangku yang berada di tepi jalan. Tangan Myun Ree sigap mengambil sebuah kotak P3K yang selalu tersedia ditasnya. Perlahan namun pasti Myun Ree membalut luka di tangan Luhan dan mengobati luka diwajah Luhan.
Luhan memandangi Myun Ree dengan seksama. Ada suatu hal lain dari diri Myun Ree yang membuat Luhan bahagia. Sambil tersenyum, Luhan terus memandang Myun Ree yang sedang mengobati lukanya. Malam itu menjadi malam dingin yang terasa hangat bagi mereka berdua.
***
Pagi mulai menjelang. Kabut masih lekat menutupi tanah yang selalu mendung ini. Langit tak menunjukkan terik matahari yang cukup. Seorang yeoja sedang duduk termangu menatap keluar jendela. Kain tebal menghiasi badannya karena suhu pagi ini lebih dingin dari biasanya. Wajah Myun Ree menunjukkan kecemasan, Dia sedikit khawatir dengan Hee Ra yang tak kunjung datang. Biasanya Hee Ra selalu sampai dikelas lima menit sebelum bel. Tapi dua menit lagi bel masuk berbunyi. Myun Ree benar benar merasa tidak tenang. Dia berpikir mungkin Hee Ra masih berada dibangunan itu. Hatinya resah, tak henti hentinya Myun Ree menatap keluar jendela berharap Hee Ra akan segera datang. Tapi nihil, bel masuk sudah berbunyi dan Luhan hanya duduk sendirian di depan Myun Ree.
“Apa dia tidak datang?” Tanya Kai yang melihat bangku Hee Ra masih kosong. Myun Ree menggeleng pelan. Wajahnya menunjukkan rasa khawatir yang tak bisa ditutupi. Namja berambut cepak itu mengangguk seolah mengerti perasaan yang berkecamuk dihati Myun Ree.
“Jangan khawatir seperti itu, nanti kita jenguk dia!” Kata Kai menenangkan. Myun Ree memandang Kai tak percaya, Kai begitu baik. Padahal mereka baru kenal beberapa hari. Kai hanya menyunggingkan senyumnya melihat tatapan tak percaya Myun Ree.
Pada jam istirahat pertama, Kai dan Luhan bermain sepak bola bersama teman teman sekelas yang lain. Luhan terlihat sangat senang seperti kembali menemukan sesuatu yang disukainya. Walaupun begitu, Luhan bermain dengan sangat hebat. Dia bisa mencetak gol berkali kali. Wajah Luhan yang imut dan terlihat lebih muda dari pada yang lain menunjukkan sebuah sunggingan lebar yang indah.
Luhan yang notabene murid baru bisa mendapat banyak teman dengan waktu singkat. Teman temannya juga sangat menyukai Luhan yang sepertinya pandai berkelahi karena Luhan pernah mengajari teman temannya sebuah trik jitu untuk mengalahkan musuh. Kemampuan Luhan itu sangat luar biasa, dia seperti sudah berlatih selama berpuluh puluh tahun. Bahkan Luhan juga pintar, dia juga bisa menguasai pelajaran kelas tiga.
Selama pelajaran, Myun Ree tak dapat memperhatikan pelajaran dengan benar. Dia selalu gelisah jika Hee Ra tak bersamanya. Entah apa, tapi dalam diri Myun Ree selalu ada bagian dimana bagian itu selalu terhubung dengan Hee Ra  . Mungkin perasaan sebagai kakak yang tak dapat dihilangkan.
Triririririring...... bel pulang berbunyi tepat jam lima sore. Myun Ree langsung berjalan cepat meninggalkan kelasnya. Diikuti Kai dari belakang. Tapi saat Kai ingin mengikuti Myun Ree ada tangan seseorang yang menahannya.
“Mau kemana?” Tanya orang pemilik tangan itu.
“Menjenguk Hee Ra  . Mau ikut?” Tanya Kai langsung pada inti pembicaraan.
“Em...” Luhan berpikir sejenak. “Baiklah!” Putus Luhan lalu berjalan mengikuti Kai yang sudah ditunggu Myun Ree di luar kelas.
Myun Ree, Luhan, dan Kai berjalan sambil berbincang bincang ria. Hawa dingin tak memutuskan semangat mereka untuk menjenguk teman yang entah apa kabarnya sekarang. Luhan dan Kai bertanya lebih jauh tentang Hee Ra yang terlihat aneh dibanding anak anak yang lain.
“Myun Ree, apa kau pernah melihat Hee Ra tersenyum lepas?” Tanya Kai memastikan. Dia tidak pernah melihat Hee Ra tersenyum merekah.
“Pernah, dua kali!” Jawab Myun Ree. Dia mengingat hari harinya bersama Hee Ra dulu. Saat Hee Ra tersenyum lepas tanpa ada beban dalam dirinya.
“Kapan?” Tanya Kai mulai tertarik.
“Yang pertama saat aku memutuskan untuk menjadi sahabat. Lalu yang kedua saat...” Myun Ree menggantungkan ucapannya. Dia tak mau mengatakan hal itu.
“Yang kedua?” Tanya Luhan ikut penasaran.
“Maaf, aku tak bisa mengatakannya!” Kata Myun Ree sambil menunduk. Luhan dan Kai mengerti. Mungkin Kehidupan Hee Ra memang penuh dengan beban.
“Aku mengerti!” Kata Kai menghibur. Kai yang dulu terkesan dingin kini lebih sering tersenyum dihadapan Myun Ree. Mungkin ada sesuatu dalam dirinya yang memberi ruang spesial untuk Myun Ree.
Myun Ree menghentikan langkahnya didepan sebuah rumah besar yang terletak cukup jauh dari kawasan rumah warga. Kai tak menyangka kalau ternyata Hee Ra adalah cucu dari orang terkaya dikota ini. Tuan Choi Hee Je, begitu orang orang menyebutnya. Tapi Luhan hanya memandang biasa karena rumahnya yang sebelumnya juga tak kalah bagus dan besar dari rumah Hee Ra. Tapi rumah Hee Ra benar benar sangat sepi. Tak ada satupun orang yang terlihat didalam.
Myun Ree memencet bel di samping gerbang rumah. Seseorang dari dalam terlihat berlari untuk membukakan gerbang. Namja yang kira kira berumur 35 tahunan itu mempersilahkan Myun Ree dan kedua temnannya masuk. Rumah ini memiliki taman yang sangat luas dan terawat. Hari ini adalah hari Selasa, hari dimana semua pekerja dirumah ini diliburkan. Tentu saja kecuali penjaga gerbang. Kai terlihat sangat takjub dengan rumah mewah ini. Dia belum pernah masuk kerumah Hee Ra dari dulu. Tapi Luhan sedikit merasa ada sesuatu yang ganjal, sepertinya dia merasa mengenal tempat ini tapi dia sama sekali tak bisa mengingatnya.
Terlihat diberanda depan ada seorang kakek kakek yang sedang meminum secangkir minuman sambil membaca koran. Kakek itu menghentikan aktivitasnya saat melihat teman Hee Ra datang. Kakek Hee Ra menyembut Myun Ree dan kedua temannya dengan senang hati dan menyuruh Myun Ree masuk kedalam. Sementara kakek Hee Ra melanjutkan aktivitasnya karena dia tau Myun Ree sudah hafal benar dimana kamar Hee Ra  .
“Rumah ini sangat menakjubkan. Sudah berkali kali aku masuk kesini, tapi aku masih merasa kagum!” Kata Myun Ree sambil menatap ruangan yang mereka lewati. Kamar Hee Ra berada dilantai bawah, jadi mereka tak perlu menaiki tangga yang terlihat sangat panjang didekat ruang makan itu.
Tiba tiba, saat mereka hampir sampai didepan kamar milik Hee Ra  , Hee Ra sudah muncul didepan pintu dan memandang kaget kehadiran Luhan dan Kai. Untuk Myun Ree, Hee Ra sudah tak terkejut lagi karena Myun Ree memang seperti itu. Tidak masuk sehari saja sudah langsung dijenguk. Padahal Hee Ra hanya terkena flu karena semalam dia tidak memakai pakaian yang cukup tebal untuk menahan hawa dingin.
“Kalian kesini?” Tanya Hee Ra sambil berjalan mendekat. Wajah Hee Ra yang biasanya putih bersih dan bersinar kini terlihat pucat dan hidungnya memerah. Rambutnya juga terlihat berantakan dari biasanya namun ekspresinya tetap biasa.
“Tentu saja, saat guru datang tiba tiba dia bilang kau sakit!” Kata Myun Ree sambil kesal karena Hee Ra tak memberitahukan keadaannya pada Myun Ree.
“Maaf!” Kata Hee Ra. “Ayo!” Ajak Hee Ra untuk mengisyaratkan teman temannya supaya mengikuti Hee Ra. Hee Ra mengajak teman temannya kesebuah ruangan yang didalamnya sudah ada banyak makanan. Seolah ruangan itu memang digunakan untuk menyambut tamu yang datang dengan tiba tiba. Ruangan disini terasa hangat karena alat penghangat yang terletak di dinding ruangan.
Myun Ree, Kai, dan Luhan mengikuti Hee Ra dari belakang. Mereka berempat duduk  sambil berbicara satu sama lain. “Kau sakit apa?” Tanya Myun Ree sambil memandang sahabatnya itu dengan khawatir.
“Hanya flu!” Jawab Hee Ra singkat.
“Tapi flu adalah awal dari banyak penyakit!” Sahut Luhan.
“Aku tau!” Timpal Hee Ra singkat.
Luhan memandang sekeliling ruangan ini. Tiba tiba dia menangkap sesuatu yang lagi lagi terasa tak asing baginya. Sebuah foto keluarga yang terpajang didinding. “Itu foto keluarga kakek!” Kata Hee Ra saat tau Luhan akan menanyakan hal itu. Yah, Hee Ra memang bisa membaca pikiran orang lain. Sementara Myun Ree langsung memandang Hee Ra sambil mengernyitkan dahinya. Tapi foto itu bukankan foto Myun Ree dan keluarganya?. Sementara Hee Ra yang tau kata hati Myun Ree hanya memandangnya sambil tersenyum tipis.
“Hee Ra, itu bola apa?” Tanya Kai saat melihat sebuah bola kaca yang didalamnya seperti terdapat asap berwarna biru pekat. Bola yang hanya berdiameter 4 cm itu terlihat ajaib dimata Kai.
Pandangan mata Hee Ra juga terlihat penasaran. Biasanya bola itu selalu transparan, tak seperti sekarang. Bagaimana bisa muncul asap itu?. Tapi Hee Ra tak mau membuat Kai tambah penasaran jadi dia hanya berbohong.
“Itu hanya mainan anak anak!” Jawab Hee Ra sambil memasang wajah meyakinkan.
“Oh!” Kai terlihat percaya dengan jawaban Hee Ra  .
Setelah hari menjelang sore, Myun Ree dan teman temannya pamit untuk pulang. Setelah semua temannya pulang, Hee Ra mengambil bola kaca itu. Sekarang, bolanya sudah kembali menjadi bening. Hee Ra tak mengerti apa yang terjadi.
“Heachih....” Hee Ra kemali bersin. “Heachih....” Karena badanya mulai dingin, Hee Ra memutuskan untuk kembali kekamarnya dan tidur. Dia sama sekali tak menghiraukan bola tadi. Mungkin itu memang hanya mainan.
***
Luhan menatap yeoja disampingnya dengan pandangan bahagia. Dia sama sekali tak pernah merasa sebahagia ini. Melihat seseorang tersenyum disampingnya, itu sangat membahagiakan. Luhan dan Myun Ree berjalan bersama sambil membawa tumpukan buku dari ruang seongsangnim. Setengah jam yang lalu, seongsangnim datang kekelas mereka. Kebetulan hanya Luhan dan Myun Ree saja yang baru berangkat jadi seongsangnim menyuruh mereka untuk mencari buku biologi  di perpustakaan.
Saat mereka sampai dikelas, suasana dikelas sudah sangat ramai. Bahkan Hee Ra yang biasanya sampai dikelas jam tujuh kurang lima menit, kini dia sampai jam tujuh kurang lima belas menit. Tapi kegiatannya hanya melamun. Mungkin masih tak enak badan, walaupun sudah tiga hari beristirahat penuh dirumah. Myun Ree dan Luhan meletakkan kedua tumpuk buku itu di meja seongsangnim lalu beranjak menuju tempat duduk mereka.
Diam diam, Kai menatap dua orang itu dengan pandangan yang susah diartikan. Sementara Hee Ra hanya cuek sambil memandang keluar jendela. Luhan yang duduk didepan Myun Ree hanya diam sambil sesekali tersenyum tak jelas. Tapi tanpa sengaja saat Luhan akan mengambil buku ditasnya, dia menjatuhkan buku milik Hee Ra yang ada dimeja. Luhan segera mengambil buku itu sementara Hee Ra yang baru saja sadar dari lamunannya masih terlihat bingung.
Luhan mengambil buku itu, tapi dia tak kunjung mengembalikannya pada Hee Ra, dia menatap buku bergambar manusia serigala itu dengan pandangan hampa. Dia melamun sejenak sampai akhirnya Hee Ra memanggilnya. “Kau kenapa?” Tanya Hee Ra yang sudah sepenuhnya sadar.
“A, ah tidak!” Luhan terlihat gugup menanggapi pertanyaan Hee Ra. Sementara Hee Ra hanya mengangguk mengerti. Tapi dalam hatinya Hee Ra menangkap sesuatu yang sedikit ganjal yang disimpannya sejak kejadian bola kaca itu. Walaupun awalnya cuek, tapi Hee Ra tetap memikirkannya. Tapi Hee Ra sama sekali tak ingin kakeknya tau sekarang. Karena kemungkinan kakeknya tau sesuatu, dan sesuatu itu kemungkinan adalah hal buruk.
“Kau melihat apa?” Tanya Luhan saat melihat Hee Ra yang kembali memperhatikan luar jendela dengan tatapan kosong.
“Apa kau perlu tau?” Tanya Hee Ra dingin. Dia sama sekali tak memperhatikan Luhan yang sedang menatapnya heran.            
Luhan hanya menghela nafas dalam. Sudah biasanya Hee Ra bersikap seperti itu, tapi Luhan hanya memakluminya dan tak pernah mengeluh. Luhan tau bahwa anak disebelahnya itu mempunyai kehidupan yang suram. Appanya yang seorang pengusaha kaya sekarang tinggal di sebuah kota yang letaknya jauh dari sini. Ibunya pergi entah kemana dan kedua oppanya juga menghilang saat mereka berumur 6 tahun.
Selama pelajaran, seperti biasanya Hee Ra hanya mendengarkan musik sambil memandang keluar jendela. Seongsangnim yang biasa mengajarnya hanya membiarkan Hee Ra dan terus menerangkan. Luhan yang duduk disebelahnya sudah mulai terbiasa dengan sikap Hee Ra. Saat Myun Ree memperhatikan kedepan, tiba tiba dia melihat sesuatu yang aneh. Lengan bawah milik Hee Ra mengeluarkan sebuah sinar merah. Tentu saja karena Hee Ra tidak memakai jas, maka hanya kemeja putih yang tidak terlalu tebal itu yang membalut tubuhnya. Myun Ree sedikit tak percaya dengan penglihatannya, dia melihat lengan bawah milik Hee Ra yang dari tadi digunakan untuk menyangga kepalanya dengan seksama. Tapi sinar itu tak muncul lagi. Jadi Myun Ree mengambil kesimpulan bahwa tadi itu hanya ilusi.
“Andwe...” Myun Ree menggeleng gelengkan kepalanya. “Itu hanya ilusi!” ucapnya yakin.
“Apanya yang hanya ilusi?” Tanya Kai yang tak mengerti dengan sikap aneh Myun Ree.
“Ah, Annyo...” Elak Myun Ree lalu segera kembali menatap kedepan.
Sementara Hee Ra sedikit mendesah karena sensasi sejuk di lengan kanan bagian bawahnya. Hee Ra segera memegangi bagian yang terasa sejuk itu dengan tangan kirinya. Sementara Luhan hanya melirik tangan Hee Ra yang tadi mengeluarkan cahaya merah, dan Luhan sempat melihatnya.
Beberapa menit kemudian, bel istirahat berbunyi. Hee Ra segera berjalan cepat menuju kamar mandi sambil terus memegangi lengan bawahnya. Myun Ree dan Kai terlihat heran dengan sikap Hee Ra yang tak seperti biasanya. Karena saat jam istirahat, Hee Ra hanya akan duduk di tempat duduknya sambil mendengarkan musik seperti saat jam pelajaran. Tapi kali ini dia terlihat aneh.
***





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Indonesia Modern di Era Digital dengan Penerapan Teknologi Berbasis Internet

Kisah remaja

Music Organizer & Auction Machine